Kamis, 31 Desember 2009



MADIUN--Jiwa kepemimpinan yang dimiliki oleh KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur ternyata telah terlihat sejak Presiden ke-4 RI itu masih kecil. Hal itu diungkapkan oleh Muhammad Mawardi (64), saudara sepupu almarhum Gus Dur, kepada ANTARA di Madiun, Kamis.

Muhammad Mawardi dalam keseharian merupakan Ketua Takmir Masjid Sewulan, salah satu masjid tertua yang diyakini merupakan peninggalan Kerajaan Mataram yang terletak di Desa Sewulan, Kecamatan Dagangan, Kabupaten Madiun.
Pria sepuh (64) itu mengaku memiliki sepenggal cerita saat Gus Dur masih kecil. Ia menuturkan, sesekali Gus Dur pada masa kecilnya pernah bertandang ke Sewulan untuk menjenguk keluarga yang ada di Madiun.

"Nenek saya itu masih saudara sekandung dengan kakek Gus Dur, KH Hasyim Asy'ari, sehingga beliau sesekali datang berkunjung ke sini untuk bertemu dengan keluarga. Beliau biasanya datang dengan ibunya, Hj Sholehah. Menginap beberapa hari di Sewulan," ujarnya.

Menurut Mawardi, waktu itu sekitar tahun 1954, saat terakhir kali Gus Dur berkunjung ke Sewulan. Gus Dur saat itu masih berusia sekitar 14 tahun dengan perawakan gemuk dan berkaca mata. "Waktu itu, kami sering mandi di kolam depan masjid dengan anak-anak desa lainnya. Umur saya baru sembilan tahun, terpaut beberapa tahun dengan Gus Dur. Dalam setiap permainan yang kami lakukan, Gus Dur selalu memberikan instruksi. Kamu di sini atau kamu di sana, biar seru mainnya," kenang Mawardi menirukan perintah Gus Dur saat bermain air di kolam masjid.

Selain pintar, Gus Dur kecil juga dikenang sebagai anak yang ramah. Meski bukan asli Sewulan, namun ia terlihat akrab dengan anak-anak desa yang ada di Sewulan, bahkan sikap ramahnya tersebut terkadang sampai kebablasan (kelewatan). "Terkadang ia suka mengganggu anak-anak desa yang lain saat bermain-main bersama. Namun itu wajar, nakalnya anak kecil. Habis gitu kita sudah seru bermain-main lagi," katanya sambil tertawa.

Sikap Gus Dur kecil yang "selengekan" atau sesuka hatinya tersebut, membuat Mawardi tidak menduga jika akhirnya membuat Gus Dur menjadi tokoh yang terkenal dan dihormati bangsa ini. "Saya sama sekali tidak menyangka, jika melihat gayanya waktu itu, ternyata akhirnya bisa menjadikan Gus Dur sebagai seorang ulama besar dan seorang presiden. Benar-benar heran dan mengagumkan," tutur Mawardi.

Meski demikian, Mawardi juga merasa bangga jika saudaranya bisa berhasil menjadi seorang ulama besar dan orang nomor satu di negeri ini. Kabar kematian Gus Dur sungguh mengejutkan. "Kami sekeluarga kaget mendengar kabar itu. Sejak jatuh sakit setelah berkunjung di Jombang waktu lalu, kami terus memantau perkembangan kesehatan Gus Dur melalui media. Sampai saat ini kami masih tidak percaya, masak hanya karena operasi gigi, terus beliau drop dan akhirnya wafat," tambahnya.

Mawardi mengaku, pertemuan terakhir dengan Gus Dur dilakukan pada tahun 2008. Saat itu, ia dan keluarganya berkunjung ke Ciganjur, Jawa Barat. Kesibukan Gus Dur membuat ia tidak dapat bertemu sering dengan tokoh nasional tersebut. "Setelah mendengar kabar Gus Dur wafat, langsung pada Rabu (30/12), tiga rombongan mobil dari Sewulan bertolak ke Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang. Mungkin Sore ini juga saya dan istri akan berangkat ke Jombang untuk berdoa setelah pemakaman," tambahnya.

Sementara, Masjid Sewulan sendiri merupakan masjid yang didirikan oleh Kiai Ageng Basyariyah pada tahun 1714. Gus Dur merupakan salah satu keturunan kedelapan Kiai Ageng Basyariyah. Makam Kiai Ageng Basyariyah berada di sekitar komplek Masjid Sewulan.

Hingga kini, pada bulan-bulan tertentu, terlebih pada bulan Ramadhan, Masjid Sewulan banyak dikunjungi orang untuk berziarah. Mereka berasal dari berbagai daerah, mulai dari sekitar Madiun hingga Pekalongan, Jawa Tengah, Bogor, dan Bandung, Jawa Barat.ant/kpo